Mengawali
pagi
Mentari
pagi telah tersenyum
Pancarkan
cahaya indahnya
Embun
bening basahi hati
Membekukan
jiwa dan raga
Senyum
telah terpancar dari wajah sang bunga
Dengan
balutan embun pagi
Menyambut
hangatnya fajar
Dikala
jiwa mulai lebur
Hari
ini tinta hitam akan jatuh di kertas
putih
Mengisi
kertas kosong tuk hari esok
Hari
kemarin adalah semangat
tuk
menikmati indahnya hari ini
Alunan
nada suci terlantun indah
Di
kala fajar terbenam kembali
Ketika
waktu kegelapan tiba
Malam
menggantikan siang
Insan
mulai terlelap dalam alam impian
tuk mengawali indahnya esok
Gerobak
Dorong
Siang
tak terasa siang
Malam terasa siang
Yang
lain merasakan indahnya mimpi
Tapi,
kau tak pernah
Kau
hanya berteman dengan gerobak dorongmu
Yang
memberimu pengharapan
Untuk
tetap hidup dan berjuang
Demi
satu hal yang tak pasti
Siang
berjalan dengan panasnya
Matahari
yang membakar tubuhmu
Malam
di temani bulan terang
Yang
terkadang redup
Kau
tak pernah mengeluh
Meski
kau lelah dan tak sanggup lagi
Tapi,
demi anak istrimu
Semuanya
tak sia-sia
Alam
Mulai Bosan
Bukan
khilaf
Tapi
lupa
Lupa...
Insan
mulai lupa
Dengan
keadaan yang sesungguhnya
Kini
semua bersandiwara dalam panggung yang fana
Pernak-pernik
dunia
Telah
mengubah sifat manusia
Harta,
Kekuasaan dan Jabatan
Yang
kini menjadi rebutan
Kematian
tak lagi ada dalam hitungan
Alam
pun mulai bosan
Dengan
anak adam
Yang
tak sadar
Bahwa
alam mulai bosan
Hingga
ia memuntahkan
Satu
persatu bencana yang dipikulnya
Jangan tanya
Mengapa alam mulai bosan?
Tapi,
pikir dan renungkanlah...
Rantau
Ku
langkahkan kaki
Untuk
meninggalkan tanah kelahirannku
Sembari
menatap awan
Yang
tersenyum merekah
Langit
menjadi saksi
Keberanianku
hari ini
Untuk
menghampiri tanah lain
Demi
cita-cita dalam genggaman
Jalan
berduri tak terasa perih
Pahit
manis hidup membesarkan jiwa
Walau
tanpa ayah, ibu dan sanak saudara
Namun
setitik keberanian
dan
rasa tanggung jawab
yang
menguatkan hati dan jiwa
Hanya
awan
Yang
bersaksi atas lantunan do’aku
Untuk
menjaga diri
Agar
pelan pelan
Ku tulis sejarah baru
Tuk
menikmati cakrawala ilmu
Menemukan
identitas diri
dalam
leburnya iman dan islam
Tahajudku...
Terbangun
dalam lelap
Penuh
mimpi warna-warni
Dalam
hilangnya dekapan malam
Aku
membasahi tubuhku
Dengan
air suci-Mu
Menjalankan
niat
Karena
ridho-Mu
Dalam
tahajud malam
Ku
bersimpuh di hadapan-Mu
Dengan
kepingan dosa yang melekat
Dalam
tarikan nafas
Dalam
tahajud malam
Cucuran
air mata
Membasahi
jutaan dosa
Yang
telah tertanam
Aku
tak mengharapkan surga
Tapi,
lewat tahajudku
Ku
berharap cinta kasih yang kau beri
Terus
terjaga hingga nafasku tak berhembus
Bulan
Semua
terlentang di langit malam
Sejuta
bintang berkelip-kelip
dan
di antaranya
ada
pancaran indah
Cahaya
sang bulan
Kau
terangkan malam yang redup
Dengan
cahaya sucimu
Memberikan
sinar
Dengan
keiklasanmu
Bulan...
Lewat
pancaran sinarmu
Akan
ku ceritakan
Kegundahanku
malam ini
Yang
tak mampu bangkit dalam keterpurukan
Bulan...
Aku
ingin sepertimu
Yang
memberi arti bagi insan dunia
Walau
rasanya tak mungkin
Tapi,
akan ku coba
Meski
semua menginjakku
Cinta
Rasakan
hadirnya cinta
Agar
alam ikut menaburkan cinta
Bayangan
cinta terbentang di langit biru
Udara
mewangikan aroma cinta
Cinta
memberikan pengharapan
Pada
insan yang di mabuk cinta
Namun
cinta melahirkan luka
Yang
mampu menghujam jiwa
Rindu
Andai
Tuhan dapat kulihat
Dan
tersenyum duduk didekatku
Inginku bercengkrama dengan-Nya
Melepas
rindu yang terpendam di dada
Namun,
Tuhan hanya kurasakan
Lewat
lantunan ayat indah
Yang menghadirkan jutaan misteri
Meluluhkan
hati dan jiwa
Mungkin,,,
Rinduku
pada sang kekasih
Dapat
ku tahan
Namun,
rinduku pada-Mu
Telah
membucah
Dalam
aliran darahku
Hingga
air mata
Membanjiri
dosa dalam jiwa
Sang
Demonstran
Mulutmu
berbusa
Meneriakan
suara yang tak didengar
Sorak
sana
Sorak
sini
Langit
menjadi saksi
Sumpah
serapah yang terucap
Angin
seakan ikut berteriak
Menemani
arakan sang demonstran
Sendiri
Kini
hidupnya sudah tak berarti
Tak
ada yang bisa diajak bergurau
Siang
hanya di temani dedaunan kering kerontang
Dan
malampun seakan bosan menemaninya
Hingga
ia ingin cepat berlalu
Ia
hanya termenung
Membenci
waktu dan keadaan
Hanya
kesendirian yang menjelma
Dikala
sepi...
Ia
berteriak...
Menjerit...
Namun,
tak seorangpun mendengar
Hingga
suaranya tak mampu berucap
Kata
terakhir ‘’Dimana engkau ibu?’’
Bukan malaikat
Berdiri
tegak memndang senja
Teriakan
membuncah dalam jiwa
Memecah
kebuntuhan sepi
Aku
teringat akan masa lalu
Penuh
memori indah
Namun,
kini hanya kenangan menyiksa batin
Yang
tertulis rapi diatas kertas putih
Pikiran
melayang saat kaki mulai lumpuh
Menepaki
jutaan duri dijalan yang terjal nan tandus
Rumput
kering disamping kaki seakan pasrah pada kematian
Mengingatkan
diri pada derita yang dialami.
Jiwa
yang dulu tegar kini rapuh dimakan waktu
Bibir
yang dulu tersenyum
Kini
mengeluarkan butir demi butir air mata
Yang membasahi
kepingan dosa
Aku hanya bisa berdoa agar Sang Tuhan, memaafkanku
Aku hanya bisa berdoa agar Sang Tuhan, memaafkanku
Membuatnya
menangis dan meggoreskan luka disisi hidupnya
Aku tahu, aku hanya mahluk yang lemah
yang penuh akan dosa,
diri ini hanya bisa berkata aku bukan
malaikat.
Untuk Ayah
dan Ibu
Angin... ku
titipkan senyumku tuk yang di seberang sana
dua orang yang berarti dalam hidupku
yang memberi jutaan warna indah di
setiap helai
hafasku
Do’a... hanya engkaulah
sarana harapan terindah
untuk ku titipkan salam
rinduku pada ayah dan ibu
yang memberiku sinar
kalaku terjatuh
Mimpi... aku jadikan
kau tempat persinggahan terindah
sebagai tempat
pertemuanku dengan mereka
“Tuhan... hanya engkau
tempatku meminta, lindungi ayah ibu, biarkan mereka selalu menebarkan senyuman dalam
menapaki jalan kehidupan tanpa kehadiranku di sisimya…ayah, ibu, maafkan anakmu
yang belum mampu membalas semua keikhlasanmu,.. dan do’akan anakmu agar selalu
tegar menjalani kerasnya lika-liku kehidupan
ini”.
Ayah,
ibu, do’aku selalu untuk kalian....
Karena
Kau Aku Tersenyum
Bila retinaku mulai
mengeluarkan
butir demi butir
kesedihan
Aliran darahku naik menuju
ubun-ubun
dan menyebar keseluruh
organ tubuhku
Engkau hadir dengan
sejuta sinarmu
Mengubah semua yang
terjadi pada diriku
Butir-butir kesedihan
berubah menjadi butir mutiara
yang memancarkan aroma
senyuman
Dikala hati rapuh dan
tak mampu bangkit
Aku dan kau adalah api
dan air
Kala aku terbakar
amarah
Kau datang memadamkanku
dengan kasih sucimu
Aku dan kau adalah
benci dan cinta
Aku menumbuhkan
kebencian pada dirimu
dan kau taburi aku
dengan cintamu
Tapi, aku tersadar, aku
dan kau adalah satu
Aku sahabatmu dan kau
sahabatku
Karena kau, aku mampu
tersenyum
Lewat Al-Qur’an
Orang bilang, Tuhan itu
satu, tapi aku tak percaya
Orang bilang, Tuhan
adalah Sang Pencipta
Yang menciptakan
seluruh alam dan isinnya
Termasuk aku yang ada
disini
Tapi, tetap saja aku
tak percaya...
Aku pernah bertanya,
“Bagaimana Tuhan, Siapa Tuhan dan Dimana Tuhan?”
Bahkan aku teriakan
pada langit, bumi, dan jutaan mahluk dunia
Tapi, tak seorangpun
mendengar dan menjawab, hingga aku hampir putus asa
Namun, hanya satu yang
menjawab tanyaku
Ukiran suci dengan
balutan kata-kata indah
Yang memberi ketenangan
dan kedamaian jiwa
Semua orang menyebutnya
“Al-Qur’an”, ya Al-Qur’an
Hatikupun kini yakin,
bahwa Tuhan ada dan hanya satu
Karena Al-Qur’an telah
berkata, “Laa ilaa haillallah”
Dan karena Al-Qur’an
pula aku tahu segalanya.
Aku atau Kau?
Awalnya aku bahagia
Karena kau mendekatiku
Dengan gayamu yang
mempesona dan senyum merekahmu
Kau luluhkan hati ini
hingga ku jatuh dalam jeratmu
Kini
keadaan mulai berubah
Tak
ada lagi senyum terpancar dari bibir indahmu
Bahkan
melirikku saja kini kau tak mau
Dengan congkaknya kau
berjalan kesana-sini
Tanpa melihat
dikanan-kirimu
Aku yang menjerit
memanggil namumu
Hingga suaraku tak
mampu menyentuhmu
Tangisanku
dan jutaan lainnya tak mapu meluluhkan hatimu
Rayuanmu
yang dulu hanya menjadi tumpukana kebohongan
Yang
membuat tanah merahku hancur
Akupun mulai sadar beginilah semua penguasa
Hanya janji, janji dan
janji belaka
Dan kalau sudah begini,
siapakah yang harus kusalahkan?
Aku atau kau???
Surga Cinta
Tuhan menciptakan insan
dunia
Ada laki-laki dan
wanita
Ada yang lemah dan kuat
Ada yang pintar dan
bodoh
Dan Tuhan telah menentukan
jodoh pada setiap mahkluknya
Tapi tahukah kau?
Tuhan mencipatakan tiga
jodoh di dunia?
Jodoh karena setan yang
menumbuhkan nafsu semata,
jodoh karena jin yang
memaksakan kehendak sepihak
dan jodoh karena Allah
saling mencantai karena Allah
Dan jodoh yang ketiga
itulah
Yang memberikan surga
cinta pada setiap insan yang merasakannya.
Ayah
Jika butir air mata
membasahi pipimu
Akulah orang pertama
yang mengeringkannya
Dan jika pisau tajam
melukai kulitmu
Aku juga orang yang
pertama membasuh lukamu
Ayah....
Aku tahu semua yang kau
lakukan takkan mampu ku balas
Meski nyawaku hilang
disaat ini
Namun, yang harus kau
tahu, aku menyayangimu sebesar kau menyanyangiku
Ayah...
Saat kau membacaka
baris-baris kasih sayang untuk buah hatimu
Aku tahu air matamu
menggantung di sukmaku
Mengiringiku masuk ke
alam mimpi
Hingga pagi menyambut
dengan senyumnya
Ayah...
Apalah yang dapat kuucapkan untuk melihat senyummu
agar senyummu tak pernah hilang dari pandangannku
Akan ku simpan semua kenangan bersamamu
untuk ku kenang dikala kau jauh dan tak bernafas lagi
Kawanku
Kami
berjalan bersama.
Menelusuri
ruang yang kelabu
Malam
telah di selimuti kabut
Dan
hujan menyapa kulit
Kawanku…
Mari
lanjutkan langkah
Untuk
menyambut hari esok
Dengan
senyum merekah
Kawanku…
jika
esok kita bisa
menggapai
bintang di langit
meraih
semua angan
maka
di situlah
dunia
dapat di genggam
walau
lama, tapi
kita
bersama, sampai dunia milik kita
Peristiwa
Subuh
Dalam
dekapan subuh
Ku
meraung menangis
Air
mata mengalir sebening embun
Menetesi
bait-bait dosa
Dalam
dekapan subuh
Ayat-ayat
Tuhan tak henti bergema
Berzikir
dalam ketidak berdayaanku
dalam
balutan udara pagi
Menghempaskanku
sebaris do’a
Di
kesunyian alam yang bernyanyi riang
Di
peristiwa subuh ku bersujud
Butir-butir
cinta mengalir
Dalam
alunan do’a yang suci
Gelap
malam setia temani langkah
Yang
memberi sejuta impian dan harapan
Air
mata masih mengalir
membasahi
jiwa
yang
tergenggam
dalam
kemunafikan
dan
kenistaan
Di Timur Batas Kotaku
Adakah kau lihat yang
jauh di seberang sana
tempat nan indah bak
istana surga
Adakah kau tahu di
timur batas kotaku
penuh keramaian dan
kedamaian
Kau bilang, kotaku
bagian dari tanahmu
yang kau namakan Indonesia
Kau bilang, Indonesiamu
tidak membedakan suku
tapi, kau tak pernah
menganggap kotaku ada
Aku coba menegaskan, di
timur batas kotaku
namun tak pernah kau
ingat itu
Hingga aku tak
menginginkan kotaku
menjadi indonesia
lagi...
KATA TERAKHIR
Jika
masaku akan segera tiba
Ku
mau engkau tetap disisiku
Meski
ku tahu kebencianmu
Telah
membuncah dalam jiwamu
Namu,
Ijinkan aku mengucapkan kata terakhir
sebelum
aliran darahku terhenti
agar
tak membekas dalam balutan hidupku
dan
menghantui kala tubuh ini berubah menjadi abu
Hanya
kata ini yang ingi ku ucap
Maafkan
aku mengecewakanmu
Jarum
Engkau
tak sebesar pisau
Sekali
tersentuh akan berdarah
Engkau
tak setajam silet
Sekali
terkena menggoreskan bekas luka
Tapi,
engkau hanya benda kecil
Ketika
tertancap seperti duri yang merasuk dalam jiwa
Itulah
kau, jarum...
Dunia Uang
Jangankan yang miskin
Yang kayapun akan
tergoda
Jangankan yang muda
Yang tuapun akan
tergoda
Usaha apapun pasti dilakukan
Tak
kenal baik atau buruk
Yang
haram bisa menjadi halal
Dan
bahkan manusia tak ada harganya lagi
Semua karena benda
kecil yang bermotifkan angka-angka
Yang mampu mengubah
malaikat menjadi iblis
Hingga tak ada lagi
rasa solidaritas antar sesama
Itulah uang...
Hanya karenanya semua
insan lupa aka tugasnya,
Lupa akan kodratnya
Uang merubah segalanya
Karena uang duniapaun
menjadi dunia uang
Mengapa?
Dari kecil aku
diajarkan membaca, menulis, dan berhitung
SMP ku diajarkan tentang
sejarah
SMA ku diajarkan
geografi hingga aku perguruan tinggi
Aku juga diajarkan
demikian
Tapi, mengapa aku tidak
diajarkan
Menghentikan korupsi
dan tikus-tikus kantor yang berkeliaran
Kesana kemari...
Tapi, mengapa?
Pertanyaan itulah yang
selalu muncul dalam benakku
Hingga akupun tak mampu
menjawab tanyaku
Manusia
Manusia....
Tak pernah tahu untuk
apa dia hidup
Tak pernah sadar untuk
apa dia ada dialam yang fana
Manusia...
Tak pernah merasa puas
dengan apa yang dia punya
Selalu mengeluh saat
Tuhan memberikan ujian
Manusia...
Mengingat Tuhan dikala
susah
Namun ketika bahagia,
jangankan Tuhan
Manusia lainpun tak
diingat
Ayat-ayat Tuhanpun menggema
“maka nikamat Tuhanmu yang manakah
yang kamu dustakan?”
Ayat-ayat Tuhan itu berulang-ulang
menggema ditelingamu
Tapi, adakah kau bisa menjawab?
Tidak....
Itulah manusia tak pernah bersyukur
nikmat yang diberikan Tuhan
Doa Orang Miskin
Tuhan...
Tidakkah
kau lihat aku yang ada dihadapanm-Mu
Meminta
pengaharapan untuk hidup
Tuhan...
Tidakkah
kau rasakan apa yang ku rasakan?
Hingga
kau hanya membisu?
Tuhan...
Aku
kelaparan,
Kedinginan,
Kepanasan,
Tapi,
mengapa kau hanya diam
Apa
mungkin kau marah karena aku banyak
Mengeluh,
meminta dan berdoa?
Tuhan...
Mengapa
mereka yang kaya semakin kaya
Sedangkan
aku semakin melarat
Tuhan..
Maafkan
aku jika aku lancang
Tapi,
kuharap kau mengerti
Salam Rindu Untuk Bunda
Sudah
bertahun-tahun kau pergi
Tetapi
rasanya tadi pagi kau masih membelaiku lembut
Kau
sering megatakan aku buah hatimu tercinta
Tapi
kata itu kini tak dapat lagi ku dengar
Karena
kau telah tertidur lelap dan damai
Bunda....
Bisakah
kau mendengar suara manjaku yang memanggil namamu?
Walau
air mata tak membasahi pipi
Tapi,
batin ini bagai di sayat sembilu
Meronta-ronta
karena kerinduanku
Bunda...
Walau
kau tak bersamaku lagi
Namun
kenangan indah bersamamu
Akan
tersimpan selalu dalam derai nafasku
Terimalah
salam rinduku...
Bunda...
Tempat Terindah
Surga tak dapat dilihat
Apalagi dirasakan
harumnya
Katanya surga itu indah
Memiliki
banyak kenikmatan
Aku
percaya, surga tempat terindah
Namun
bagiku tempat terindah adalah rumahku
Disanalah pertama kali
aku belajar
Pertama kali aku
bermain
Bahkan pertama kali aku
mengucap rentetan kata-kata
Senyum, canda, tawa, bahagia, susah, sedih, dan air mata
Telah menghiasi tempat terindah
Tidak ada yang melebihinya, karena disanalah aku
dilahirkan
Memilih yang Salah
Tak bisakah
kau lihat ketulusanku
Ketika
engkau tak mampu bangkit
Aku ada untukmu
meski badai membawaku pergi
Tidakkah kau
mendengar semua yamg ku ucapakan padamu
Bahkan
malaikatpun tahu apa yang ku ucapkan
Tapi mengapa
kau tak pernah sadar aku ada di dekatmu
Dulu semua baik-baik saja
Saat semua masih menyala dan terjaga
Sekarang perlahan-lahan menghilang dariku
Hingga kebenciaanku menusuk sukmaku
Akupun mulai
sadar, karena memilihmu adalah kesalahan besar
Kau hanya
melihatku dari materi semata
Tidak dengan
ketulusan hati yang kau miliki
Sulit memang
mencari teman apalagi sahabat
Sahabat tak ubahnya atmosfer yang melindungi bumi
Sahabat adalah sejarah yang harus dikenang tapi tidak
dilupakan
Namun, itu tak ada dalam dirimu
Bagiku, memilihmu adalah kesalahan besar dalam hidupku
Bintang
Terbentang
dilangit...
Hiasan malam...
Kelap-kelip...
Berbinar dikala malam..
Temani
bulan..
Makin larut,
akan hilang, hilang,,,,
Kembali
esok...
Bingung...
Ada apa?
Mengapa?
Dimana?
Kemana?
Aku harus bagaimana?
Dia telah hilang
Semuanya hilang
Aku harus bagaimana?
Aku semakin bingung
Harus berbuat apa?
Kini hanya jejak yang tertinggal
Sebenarnya apa yang terjadi?
Mengapa ini terjadi?
Dimana dia?
Kemana indonesiaku yang dulu?
Andai
Andai
waktu dapat ku genggam
dengan
jemari lembutku
akan
ku genggam waktu hingga dia tak pergi dan tak berganti
Andai
Tuhan dapat kulihat
Akan
ku hampiri dia dan bertanya padanya
Tentang
masaku
Tapi,
apa mau dikata
Jangankan
Tuhan
Melihat
alam semesta saja aku buta
Buta
mata, hati, dan pikiran
Namun, aku meminta pada Tuhan
Untuk pertemukanku dengan izrail
Agar memberiku kesempatan
Untuk menyebut Asma Allah
Puisi
Puisi
tercipta bagai kronologi peristiwa
Dari
rentetan huruf-huruf
Lahirlah
sebuah kata
Walau
satu kata namun penuh makna
Dari
rentetan kata-kata
Terciptalah
sebuah kalimat
Yang
menciptakan romantika indah nan bersahaja
Puisi adalah renungan
Untuk Tuhan, cinta, persahabatan dan air
mata
Puisi adalah karya
Dari hati untuk hati
Karena puisi adalah ekspresi jiwa
Apa Kabar
Indonesia?
Halooooooooo....
Apa
kabar indonesiaku?
Ku
harap kau baik-baik saja seperti kemarin
Indonesia...!!!
Masikah kau tersenyum melihat anak
bangsamu?
Kurasa tidak.
Sekarang
aku tahu
Apa
yang kau pikirkan,
Apa
yang kau rasa,
Dan
beban berat yang kau pikul
Indonesia,,,
Jangan menangis
Karena air matamu akan membajiri dosa
anak negeri ini
Indonesia,,,
Ku harap kau tegar
Karena ketegaranmu akan membangkitkan
semangat anak negeri ini
Indonesia,,,
Tetaplah
jaya sampai tetesan keringat terakhirmu
Habis
dimakan zaman
bendera
Lihatkah
yang terbentang disana?
Dua
warna yang penuh makna
Merah,
menandakan keberanian bangsaku
Putih,
menandakan kesucian bangsaku
Lihatlah...
Benderaku berkibar
Dia tersenyum setelah berjuang
Dengan cucuran keringat darah
Dan jutaan air mata
Benderaku...
Kau
adalah simbol kemerdekaan
Simbol
kebebasan dan kebahagian
Benderaku...
Kau
bukan hanya sekedar simbol
Karena
bagiku kau adalah harga diri bangsaku
Jawab Aku, Tuhan.
Tuhan...
Bolehkah
aku bertanya pendapapada-Mu?
Pemimpin
seperti apa yang pantas untukku?
Tuhan...
Haruskah
dunia ini mempunyai pemimpin seperti mereka
Yang
penuh keserakahan, kebohongan, kedustaan bahkan kemunafikan?
Tuhan...
Tidak
bisakah kau pilihkan aku seorang pemimpin
Yang
beriman, jujur, adil, dan bertanggung jawab?
Tuhan...
Apakah
pemimpin diciptakan untuk berlaku sewenang-wenang?
Tuhan...
Aku
sudah jutaan kali bertanya pada-Mu
Hingga
bibirku mulai bosan mengeluarkan kata-kata itu
Tapi,
mengapa kau tak kunjung menjawabnya?
Apakah
kaupun juga pasrah melihat aku dan yang lain menderita
Sedangkan
sang penguasa asyik berbincang-bincang sambil menikamti secangkir kopi
Tuhan...
Jawab
aku...!!!
Pahlawanku
Aku memang tak melihat perjuanganmu
Yang tak menyerah patah arang
Aku memang tak mendengar teriakanmu
Meminta sang penjajah pergi dari ibu
pertiwi
Cucuran keringat dan lautan darahmu
Kau perjuangkan demi melihat sang garuda
terbang bebas
Dan melihat warna merah putihmu
Berkibar tinggi di langit
Pahlawanku,,,
Aku tahu apa yang kau lakukan tak pernah
bisa aku balas
Aku hanya bisa menjaga warisanmu agar
tak di rebut lagi
Pahlawanku,,,
Hanya namamu yang aku tahu dan aku
kenang
Meski kau telah menjadi abu
Tapi, pengorbananmu selalu kuingat
Dalam sanubariku
Keinginan
Aku tak ingin menjadi orang kaya
Punya rumah besar, mobil mewah dan uang
banyak
Aku hanya ingin menjadi orang biasa
Makan, minum seadanya
Bahkan tinggal dirumah tidak beratap pun
aku rela
Namun, aku hanya ingin seperti yang
lainnya
Setiap pagi berpakaian rapi menuju
sekolah impian
Dan pulang membawa tumpukan ilmu yang
aku dapat
Tuhan...
Semoga engkau mendengar keinginanku
Guru
Suara
ayam membangunkan mentari dari lelapnya
Aroma
kedinginan masih menyatu dengan aliran darah
Tanda
pagi di sambut oleh deruan angin
Yang
menerpa wajah dunia
Sosok ibu bapak berdiri tegak
Di gedung sekolah
Untuk memberikan cakrawala ilmu
Pada semua anak didiknya
Kata-katamu
selembut sutra
Terngiang
selalu dalam setiap tuturmu
Senyummu
adalah suntikan motivasi
Untuk
memberiku semangat meraih sejuta asa
Hari berlalu begitu cepat
Namun, tak ada rasa jenuh tuk melihat
senyummu
Dan semangat kasihmu yang terus berkobar
Ketika
engakau melangkah pergi
Sejuta
pengorbanan mengikuti tiap jejakmu
Kala
kau tiada, jasamu akan ku kenang selalu
Sampai
kita di pertemukan lagi di alam yang damai
Sebuah Pena
Mentari
pagi mulai tersenyum
Sebarkan
aroma positif pada insan dunia
Hari ini adalah awal tuk meraih masa depan
Hari ini adalah awal tuk meraih masa depan
Tinta
hitampun telah jatuh di kertas putih
Menuliskan
bait-baik harapan
Dan hasrat yang tak mampu di bendung
Berbagai ilmu tertulis rapi
Dan hasrat yang tak mampu di bendung
Berbagai ilmu tertulis rapi
Yang
tergoreskan singkat dengan pena hitam
Pena hitam adalah harapan
Pena hitam adalah harapan
Pena
hitam adalah masa depan
Pena
hitam mengubah nasib dengan makrifat.
Bangkitlah
Tumpukan
buku-buku tersimpan rapi diatas meja
Tanpa di
pegang,
Bahkan tanpa
dibaca.
Mengapa engkau hanya melihat saja?
Mengapa engkau hanya melihat saja?
Tak tahukah
kau bahwa didalamnya
Ilmu maha
luas telah tertulis
Tapi mengapa
kau malas membaca
Hingga
bentangan ilmu yang ada kau abaikan
Haruskah kau
diam
Sedangkan
wawasan luas menantimu untuk kau baca
Bangkitlah...
Lawan jiwa kotormu
Agar kelak
kau menjadi orang seperti yang kau impikan
Merdeka
Jika
dulu semua menangis.
Darah
berceceran sepanjang jalan
Namun, kini semua tertawa,
Bersuka ria, bahagia,
bahkan air mata
Berubah menjadi butir-butir mutiara yang berkilau sepanjang hari
Sekarang hidup telah merdeka,
Bebas dari sang pengusik
Yang menginjak harga diri bangsa
Berkat perjuangan dan pengorbanan sang pahlawan
Kini giliranku melanjutkan perjuangan
Untuk menjaga dan membangun
Bangsa yang cerdas dan membanggakan
Alam
Senyummu tak secerah dulu
Yang kau tebarkan pada insan
dunia
Kini senyum itu telah lebur
bersama alunan waktu
Tidakkah kau
lihat manusia, hewan, tumbuhan
Menanti
setiap tarikan nafasmu
Seperti
hari-hari kemarin
Apakah kau marah dan bosan?
Apakah engkau mulai enggan bersahabat
dengan semua makhluk?
Terutama manusia sepertiku?
Jika demikian,
Tak bisakah kau memaafkan
kesalahan dan dosa yang menyinggung perasaanmu?
Tuhan...
Tunjukkan jalan untukku
Agar engkau menjauhkan bencana
yang kau kandung
Tuhan...
Ampunilah dosaku dan dosa saudara-saudaraku
Jadi Mahasiswa
Itu Susah
Jadi mahasiswa itu dambaan orang banyak
Kuliah di universitas pilihan
Sesuai dengan harapan dan cita-cita
Kata orang jadi mahasiswa itu enak
Tidur nyenyak, makan teratur
Tak banyak yang dipikirkan
Tapi, siapa bilang jadi mahasiswa itu
gampang
Jadi mahasiswa itu susah,
Makan seadanya,
Tidur larut malam
Pikiran dipenuhi oleh tugas-tugas,
Dan di tambah lagi jauh dari orang tua
Apa itu yang dikatakan gampang?
Oh...
Susahnya jadi mahasiswa
Takut
Langit menjadi saksi
Bersama bulan, bintang
dan mahluk lainnya
Menyambut kedatanganku di dunia
Suara tangisanku memecah malam yang
sunyi
Aku lahir melihat dunia baruku
Setelah lama dalam ruang yang begitu
gelap
Namun, aku takut melihat duniaku
Takut aku tak bisa menjadi yang terbaik
Takut pada orang tuaku
Dan sangat takut pada Tuhanku
Jika aku harus jujur
Aku
tidak ingin dilahirkan di dunia ini
Malam
Gelap...
Sunyi...
Sepi...
Mencekam...
Indahnya Malam
Langit penuh pernak-pernik lukisan malam
Ada bulan, bintang dan rasio-rasio
Yang tersimpan dibalik bias-bias cahaya
Bibir
tak mampu berkata-kata
Hanya
mampu komat-kamit
Menyebut
Asma Tuhan
Malaikat-malaikat
Khusu
dalam lamunan dzikir
Demi
kedamaian semesta alam