Kamis, 31 Mei 2012

puisi


Mengawali pagi

Mentari pagi telah tersenyum
Pancarkan cahaya indahnya
Embun bening basahi hati
Membekukan jiwa dan raga

Senyum telah terpancar dari wajah sang bunga
Dengan balutan embun pagi
Menyambut hangatnya fajar
Dikala jiwa mulai lebur

Hari ini tinta hitam akan  jatuh di kertas putih
Mengisi kertas kosong tuk hari esok
Hari kemarin adalah semangat
tuk menikmati indahnya hari ini

Alunan nada suci terlantun indah
Di kala fajar terbenam kembali

Ketika waktu kegelapan tiba
Malam menggantikan siang
Insan mulai terlelap dalam alam impian
tuk  mengawali indahnya esok



Gerobak Dorong

Siang tak terasa siang
 Malam terasa siang
Yang lain merasakan indahnya mimpi
Tapi, kau tak pernah

Kau hanya berteman dengan gerobak dorongmu
Yang memberimu pengharapan
Untuk tetap hidup dan berjuang
Demi satu hal yang tak pasti

Siang berjalan dengan panasnya
Matahari yang membakar tubuhmu
Malam di temani bulan terang
Yang terkadang redup

Kau tak pernah mengeluh
Meski kau lelah dan tak sanggup lagi
Tapi, demi anak istrimu
Semuanya tak sia-sia






Alam Mulai Bosan

Bukan khilaf
Tapi lupa

Lupa...
Insan mulai lupa
Dengan keadaan yang sesungguhnya
Kini semua bersandiwara dalam panggung yang fana

Pernak-pernik dunia
Telah mengubah sifat manusia
Harta, Kekuasaan dan Jabatan
Yang kini menjadi rebutan
Kematian tak lagi ada dalam hitungan

Alam pun mulai bosan
Dengan anak adam
Yang  tak sadar
Bahwa alam mulai bosan
Hingga ia memuntahkan
Satu persatu bencana yang dipikulnya

Jangan  tanya
 Mengapa alam mulai bosan?
Tapi, pikir dan renungkanlah...

Rantau

Ku langkahkan kaki
Untuk meninggalkan tanah kelahirannku
Sembari menatap awan
Yang tersenyum merekah

Langit menjadi saksi
Keberanianku hari ini
Untuk menghampiri tanah lain
Demi cita-cita dalam genggaman

Jalan berduri tak terasa perih
Pahit manis hidup membesarkan jiwa
Walau tanpa ayah, ibu dan sanak saudara
Namun setitik keberanian
dan rasa tanggung jawab
yang menguatkan hati dan jiwa

Hanya awan
Yang bersaksi atas lantunan do’aku
Untuk menjaga diri
Agar pelan pelan
 Ku tulis sejarah baru
Tuk menikmati cakrawala ilmu
Menemukan identitas diri
dalam leburnya iman dan islam
Tahajudku...

Terbangun dalam lelap
Penuh mimpi warna-warni
Dalam hilangnya dekapan malam

Aku membasahi tubuhku
Dengan air suci-Mu
Menjalankan niat
Karena ridho-Mu

Dalam tahajud malam
Ku bersimpuh di hadapan-Mu
Dengan kepingan dosa yang melekat
Dalam tarikan nafas

Dalam tahajud malam
Cucuran air mata
Membasahi jutaan dosa
Yang telah tertanam

Aku tak mengharapkan surga
Tapi, lewat tahajudku
Ku berharap cinta kasih yang kau beri
Terus terjaga hingga nafasku tak berhembus


Bulan

Semua terlentang di langit malam
Sejuta bintang berkelip-kelip
dan di antaranya
ada pancaran indah
Cahaya sang bulan

Kau terangkan malam yang redup
Dengan cahaya sucimu
Memberikan sinar
Dengan keiklasanmu

Bulan...
Lewat pancaran sinarmu
Akan ku ceritakan
Kegundahanku malam ini
Yang tak mampu bangkit dalam keterpurukan
Bulan...
Aku ingin sepertimu
Yang memberi arti bagi insan dunia
Walau rasanya tak mungkin
Tapi, akan ku coba
Meski semua menginjakku



Cinta

Rasakan hadirnya cinta
Agar alam ikut menaburkan cinta
Bayangan cinta terbentang di langit biru
Udara mewangikan aroma cinta

Cinta memberikan pengharapan
Pada insan yang di mabuk cinta
Namun cinta melahirkan luka
Yang mampu menghujam  jiwa
















Rindu

Andai Tuhan dapat kulihat
Dan tersenyum duduk didekatku
Inginku  bercengkrama dengan-Nya
Melepas rindu yang  terpendam di dada

Namun, Tuhan hanya kurasakan
Lewat lantunan ayat indah
 Yang menghadirkan jutaan misteri
Meluluhkan hati dan jiwa

Mungkin,,,
Rinduku pada sang kekasih
Dapat ku tahan
Namun, rinduku pada-Mu
Telah membucah
Dalam aliran darahku
Hingga air mata
Membanjiri dosa dalam jiwa



Sang Demonstran

Mulutmu berbusa
Meneriakan suara yang tak didengar
Sorak sana
Sorak sini

Langit menjadi saksi
Sumpah serapah yang terucap
Angin seakan ikut berteriak
Menemani arakan sang demonstran
















Sendiri

Kini hidupnya sudah tak berarti
Tak ada yang bisa diajak bergurau
Siang hanya di temani dedaunan kering kerontang
Dan malampun seakan bosan menemaninya
Hingga ia ingin cepat berlalu

Ia hanya termenung
Membenci waktu dan keadaan
Hanya kesendirian yang menjelma
Dikala sepi...
Ia berteriak...
Menjerit...
Namun, tak seorangpun mendengar
Hingga suaranya tak mampu berucap
Kata terakhir ‘’Dimana engkau ibu?’’



Bukan malaikat

Berdiri tegak memndang senja
Teriakan membuncah dalam jiwa
Memecah kebuntuhan sepi

Aku teringat akan masa lalu
Penuh memori indah
Namun, kini hanya kenangan menyiksa batin
Yang tertulis rapi diatas kertas putih
Pikiran melayang saat kaki mulai lumpuh
Menepaki jutaan duri dijalan yang terjal nan tandus
Rumput kering disamping kaki seakan pasrah pada kematian
Mengingatkan diri pada derita yang dialami.
Jiwa yang dulu tegar kini rapuh dimakan waktu
Bibir yang dulu tersenyum
Kini mengeluarkan butir demi butir air mata
Yang membasahi kepingan dosa

Aku hanya bisa berdoa agar  Sang Tuhan, memaafkanku
Membuatnya menangis dan meggoreskan luka disisi hidupnya
Aku tahu, aku hanya mahluk yang lemah
yang penuh akan dosa,
diri ini hanya bisa berkata aku bukan malaikat.

Untuk Ayah dan Ibu

Angin... ku titipkan senyumku tuk yang di seberang sana
dua orang yang berarti dalam hidupku
yang memberi jutaan warna indah di setiap helai hafasku
Do’a... hanya engkaulah sarana harapan terindah
untuk ku titipkan salam rinduku pada ayah dan ibu
yang memberiku sinar kalaku terjatuh
Mimpi... aku jadikan kau tempat persinggahan terindah
sebagai tempat pertemuanku dengan mereka
“Tuhan... hanya engkau tempatku meminta, lindungi ayah ibu, biarkan mereka selalu menebarkan senyuman dalam menapaki jalan kehidupan tanpa kehadiranku di sisimya…ayah, ibu, maafkan anakmu yang belum mampu membalas semua keikhlasanmu,.. dan do’akan anakmu agar selalu tegar menjalani kerasnya lika-liku kehidupan  ini”.
Ayah, ibu, do’aku selalu untuk kalian....
 


Karena Kau Aku Tersenyum

Bila retinaku mulai mengeluarkan
butir demi butir kesedihan
Aliran darahku naik menuju ubun-ubun
dan menyebar keseluruh organ tubuhku
Engkau hadir dengan sejuta sinarmu
Mengubah semua yang terjadi pada diriku
Butir-butir kesedihan berubah menjadi butir mutiara
yang memancarkan aroma senyuman
Dikala hati rapuh dan tak mampu bangkit
Aku dan kau adalah api dan air
Kala aku terbakar amarah
Kau datang memadamkanku dengan kasih sucimu
Aku dan kau adalah benci dan cinta
Aku menumbuhkan kebencian pada dirimu
dan kau taburi aku dengan cintamu
Tapi, aku tersadar, aku dan kau adalah satu
Aku sahabatmu dan kau sahabatku
Karena kau, aku mampu tersenyum



Lewat Al-Qur’an

Orang bilang, Tuhan itu satu, tapi aku tak percaya
Orang bilang, Tuhan adalah Sang Pencipta
Yang menciptakan seluruh alam dan isinnya
Termasuk aku yang ada disini
Tapi, tetap saja aku tak percaya...
Aku pernah bertanya, “Bagaimana Tuhan, Siapa Tuhan dan Dimana Tuhan?”
Bahkan aku teriakan pada langit, bumi, dan jutaan mahluk dunia
Tapi, tak seorangpun mendengar dan menjawab, hingga aku hampir putus asa
Namun, hanya satu yang menjawab tanyaku
Ukiran suci dengan balutan kata-kata indah
Yang memberi ketenangan dan kedamaian jiwa
Semua orang menyebutnya “Al-Qur’an”, ya Al-Qur’an
Hatikupun kini yakin, bahwa Tuhan ada dan hanya satu
Karena Al-Qur’an telah berkata, “Laa ilaa haillallah”
Dan karena Al-Qur’an pula aku tahu segalanya.


Aku atau Kau?

Awalnya aku bahagia
Karena kau mendekatiku
Dengan gayamu yang mempesona dan senyum merekahmu
Kau luluhkan hati ini hingga ku jatuh dalam jeratmu
Kini keadaan mulai berubah
Tak ada lagi senyum terpancar dari bibir indahmu
Bahkan melirikku saja kini kau tak mau
Dengan congkaknya kau berjalan kesana-sini
Tanpa melihat dikanan-kirimu
Aku yang menjerit memanggil namumu
Hingga suaraku tak mampu menyentuhmu
Tangisanku dan jutaan lainnya tak mapu meluluhkan hatimu
Rayuanmu yang dulu hanya menjadi tumpukana kebohongan
Yang membuat tanah merahku hancur
Akupun mulai sadar  beginilah semua penguasa
Hanya janji, janji dan janji belaka
Dan kalau sudah begini, siapakah yang harus kusalahkan?
Aku atau kau???


Surga Cinta

Tuhan menciptakan insan dunia
Ada laki-laki dan wanita
Ada yang lemah dan kuat
Ada yang pintar dan bodoh
Dan Tuhan telah menentukan jodoh pada setiap mahkluknya
Tapi tahukah kau?
Tuhan mencipatakan tiga jodoh di dunia?
Jodoh karena setan yang menumbuhkan nafsu semata,
jodoh karena jin yang memaksakan kehendak sepihak
dan jodoh karena Allah saling mencantai karena Allah
Dan jodoh yang ketiga itulah
Yang memberikan surga cinta pada setiap insan yang merasakannya.


Ayah

Jika butir air mata membasahi pipimu
Akulah orang pertama yang mengeringkannya
Dan jika pisau tajam melukai kulitmu
Aku juga orang yang pertama membasuh lukamu

Ayah....
Aku tahu semua yang kau lakukan takkan mampu ku balas
Meski nyawaku hilang disaat ini
Namun, yang harus kau tahu, aku menyayangimu sebesar kau menyanyangiku
Ayah...
Saat kau membacaka baris-baris kasih sayang untuk buah hatimu
Aku tahu air matamu menggantung di sukmaku
Mengiringiku masuk ke alam mimpi
Hingga pagi menyambut dengan senyumnya
Ayah...
Apalah yang dapat kuucapkan untuk melihat senyummu
agar senyummu tak pernah hilang dari pandangannku
Akan ku simpan semua kenangan bersamamu
untuk ku kenang dikala kau jauh dan tak bernafas lagi



Kawanku

Kami berjalan bersama.
Menelusuri ruang yang kelabu
Malam telah di selimuti kabut
Dan hujan menyapa kulit

Kawanku…
Mari lanjutkan langkah
Untuk menyambut hari esok
Dengan senyum merekah

Kawanku…
jika esok kita bisa
menggapai bintang di langit
meraih semua angan
maka di situlah
dunia dapat di genggam
walau lama, tapi
kita bersama, sampai dunia milik kita



Peristiwa Subuh

Dalam dekapan subuh
Ku meraung menangis
Air mata mengalir sebening embun
Menetesi bait-bait dosa

Dalam dekapan subuh
Ayat-ayat Tuhan tak henti bergema
Berzikir dalam ketidak berdayaanku
dalam balutan udara pagi
Menghempaskanku sebaris  do’a
Di kesunyian alam yang bernyanyi riang

Di peristiwa subuh ku bersujud
Butir-butir cinta mengalir
Dalam alunan do’a yang suci
Gelap malam setia temani langkah
Yang memberi sejuta impian dan harapan

Air mata masih mengalir
membasahi jiwa
yang tergenggam
dalam kemunafikan
dan kenistaan


Di Timur Batas Kotaku

Adakah kau lihat yang jauh di seberang sana
tempat nan indah bak istana surga
Adakah kau tahu di timur batas kotaku
penuh keramaian dan kedamaian

Kau bilang, kotaku bagian dari tanahmu
yang kau namakan Indonesia
Kau bilang, Indonesiamu tidak membedakan suku
tapi, kau tak pernah menganggap kotaku ada

Aku coba menegaskan, di timur batas kotaku
namun tak pernah kau ingat itu
Hingga aku tak menginginkan kotaku
menjadi indonesia lagi...



KATA TERAKHIR

Jika masaku akan segera tiba
Ku mau engkau  tetap disisiku
Meski ku tahu kebencianmu
Telah membuncah dalam jiwamu
Namu, Ijinkan aku mengucapkan kata terakhir
sebelum aliran darahku terhenti
agar tak membekas dalam balutan hidupku
dan menghantui kala tubuh ini berubah menjadi abu
Hanya kata ini yang ingi ku ucap
Maafkan aku mengecewakanmu



Jarum

Engkau tak sebesar pisau
Sekali tersentuh akan berdarah
Engkau tak setajam silet
Sekali terkena menggoreskan bekas luka
Tapi, engkau hanya benda kecil
Ketika tertancap seperti duri yang merasuk dalam jiwa
Itulah kau, jarum...

 

Dunia Uang

Jangankan yang miskin
Yang kayapun akan tergoda
Jangankan yang muda
Yang tuapun akan tergoda
                        Usaha apapun pasti dilakukan
Tak kenal baik atau buruk
Yang haram bisa menjadi halal
Dan bahkan manusia tak ada harganya lagi
Semua karena benda kecil yang bermotifkan angka-angka
Yang mampu mengubah malaikat menjadi iblis
Hingga tak ada lagi rasa solidaritas antar sesama
Itulah uang...
Hanya karenanya semua insan lupa aka tugasnya,
Lupa akan kodratnya
Uang merubah segalanya
Karena uang duniapaun menjadi dunia uang


Mengapa?

Dari kecil aku diajarkan membaca, menulis, dan berhitung
SMP ku diajarkan tentang sejarah
SMA ku diajarkan geografi hingga aku perguruan tinggi
Aku juga diajarkan demikian
Tapi, mengapa aku tidak diajarkan
Menghentikan korupsi dan tikus-tikus kantor yang berkeliaran
Kesana kemari...
Tapi, mengapa?
Pertanyaan itulah yang selalu muncul dalam benakku
Hingga akupun tak mampu menjawab tanyaku


Manusia

Manusia....
Tak pernah tahu untuk apa dia hidup
Tak pernah sadar untuk apa dia ada dialam yang fana
Manusia...
Tak pernah merasa puas dengan apa yang dia punya
Selalu mengeluh saat Tuhan memberikan ujian
Manusia...
Mengingat Tuhan dikala susah
Namun ketika bahagia, jangankan Tuhan
Manusia lainpun tak diingat
            Ayat-ayat Tuhanpun menggema
            “maka nikamat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”
            Ayat-ayat Tuhan itu berulang-ulang menggema ditelingamu
            Tapi, adakah kau bisa menjawab?
            Tidak....
            Itulah manusia tak pernah bersyukur nikmat yang diberikan Tuhan
           
           
Doa Orang Miskin

Tuhan...
Tidakkah kau lihat aku yang ada dihadapanm-Mu
Meminta pengaharapan untuk hidup
Tuhan...
Tidakkah kau rasakan apa yang ku rasakan?
Hingga kau hanya membisu?
Tuhan...
Aku kelaparan,
Kedinginan,
Kepanasan,
Tapi, mengapa kau hanya diam
Apa mungkin kau marah karena aku banyak
Mengeluh, meminta dan berdoa?
Tuhan...
Mengapa mereka yang kaya semakin kaya
Sedangkan aku semakin melarat
Tuhan..
Maafkan aku jika aku lancang
Tapi, kuharap kau mengerti


Salam Rindu Untuk Bunda

Sudah bertahun-tahun kau pergi
Tetapi rasanya tadi pagi kau masih membelaiku lembut
Kau sering megatakan aku buah hatimu tercinta
Tapi kata itu kini tak dapat lagi ku dengar
Karena kau telah tertidur lelap dan damai
Bunda....
Bisakah kau mendengar suara manjaku yang memanggil namamu?
Walau air mata tak membasahi pipi
Tapi, batin ini bagai di sayat sembilu
Meronta-ronta karena kerinduanku
Bunda...
Walau kau tak bersamaku lagi
Namun kenangan indah bersamamu
Akan tersimpan selalu dalam derai nafasku
Terimalah salam rinduku...
Bunda...



Tempat Terindah

Surga tak dapat dilihat
Apalagi dirasakan harumnya
            Katanya surga itu indah
Memiliki banyak kenikmatan
Aku percaya, surga tempat terindah
Namun bagiku tempat terindah adalah rumahku
Disanalah pertama kali aku belajar
Pertama kali aku bermain
Bahkan pertama kali aku mengucap rentetan kata-kata
            Senyum, canda, tawa, bahagia, susah, sedih, dan air mata
            Telah menghiasi tempat terindah
            Tidak ada yang melebihinya, karena disanalah aku dilahirkan



Memilih yang Salah

Tak bisakah kau lihat ketulusanku
Ketika engkau tak mampu bangkit
Aku ada untukmu meski badai membawaku pergi
Tidakkah kau mendengar semua yamg ku ucapakan padamu
Bahkan malaikatpun tahu apa yang ku ucapkan
Tapi mengapa kau tak pernah sadar aku ada di dekatmu
            Dulu semua baik-baik saja
Saat semua masih menyala dan terjaga
Sekarang perlahan-lahan menghilang dariku
            Hingga kebenciaanku menusuk sukmaku
Akupun mulai sadar, karena memilihmu adalah kesalahan besar
Kau hanya melihatku dari materi semata
Tidak dengan ketulusan hati yang kau miliki
Sulit memang mencari teman apalagi sahabat
Sahabat tak ubahnya atmosfer yang melindungi bumi
Sahabat adalah sejarah yang harus dikenang tapi tidak dilupakan
Namun, itu tak ada dalam dirimu
Bagiku, memilihmu adalah kesalahan besar dalam hidupku



                            Bintang

                                    Terbentang dilangit...
Hiasan malam...
                                    Kelap-kelip...                                     
Berbinar dikala malam..
                                    Temani bulan..
Makin larut, akan hilang, hilang,,,,
                        Kembali esok...




Bingung...

Ada apa?
Mengapa?
Dimana?
Kemana?
Aku harus bagaimana?
Dia telah hilang
Semuanya hilang
Aku harus bagaimana?
Aku semakin bingung
Harus berbuat apa?
Kini hanya jejak yang tertinggal
Sebenarnya apa yang terjadi?
Mengapa ini terjadi?
Dimana dia?
Kemana indonesiaku yang dulu?

 

Andai

Andai waktu dapat ku genggam
dengan jemari lembutku
akan ku genggam waktu hingga dia tak pergi dan tak berganti

Andai Tuhan dapat kulihat
Akan ku hampiri dia dan bertanya padanya
Tentang masaku
Tapi, apa mau dikata
Jangankan Tuhan
Melihat alam semesta saja aku buta
Buta mata, hati, dan pikiran

Namun, aku meminta pada Tuhan
Untuk pertemukanku dengan izrail
Agar memberiku kesempatan
Untuk menyebut Asma Allah



Puisi

Puisi tercipta bagai kronologi peristiwa
Dari rentetan huruf-huruf
Lahirlah sebuah kata
Walau satu kata namun penuh makna
Dari rentetan kata-kata
Terciptalah sebuah kalimat
Yang menciptakan romantika indah nan bersahaja
            Puisi adalah renungan
Untuk Tuhan, cinta, persahabatan dan air mata
Puisi adalah karya
Dari hati untuk hati
Karena puisi adalah ekspresi jiwa


           


Apa Kabar Indonesia?

Halooooooooo....
Apa kabar indonesiaku?
Ku harap kau baik-baik saja seperti kemarin
Indonesia...!!!
Masikah kau tersenyum melihat anak bangsamu?
Kurasa tidak.
Sekarang aku tahu
Apa yang kau pikirkan,
Apa yang kau rasa,
Dan beban berat yang kau pikul
            Indonesia,,,
            Jangan menangis
Karena air matamu akan membajiri dosa anak negeri ini
Indonesia,,,
Ku harap kau tegar
Karena ketegaranmu akan membangkitkan semangat anak negeri ini
Indonesia,,,
Tetaplah jaya sampai tetesan keringat terakhirmu
Habis dimakan zaman
           


bendera

Lihatkah yang terbentang disana?
Dua warna yang penuh makna
Merah, menandakan keberanian bangsaku
Putih, menandakan kesucian bangsaku
            Lihatlah...
            Benderaku berkibar
            Dia tersenyum setelah berjuang
Dengan cucuran keringat darah
Dan jutaan air mata
Benderaku...
Kau adalah simbol kemerdekaan
Simbol kebebasan dan kebahagian
Benderaku...
Kau bukan hanya sekedar simbol
Karena bagiku kau adalah harga diri bangsaku         




Jawab Aku, Tuhan.

Tuhan...
Bolehkah aku bertanya pendapapada-Mu?
Pemimpin seperti apa yang pantas untukku?
Tuhan...
Haruskah dunia ini mempunyai pemimpin seperti mereka
Yang penuh keserakahan, kebohongan, kedustaan bahkan kemunafikan?
Tuhan...
Tidak bisakah kau pilihkan aku seorang pemimpin
Yang beriman, jujur, adil, dan bertanggung jawab?
Tuhan...
Apakah pemimpin diciptakan untuk berlaku sewenang-wenang?
Tuhan...
Aku sudah jutaan kali bertanya pada-Mu
Hingga bibirku mulai bosan mengeluarkan kata-kata itu
Tapi, mengapa kau tak kunjung menjawabnya?
Apakah kaupun juga pasrah melihat aku dan yang lain menderita
Sedangkan sang penguasa asyik berbincang-bincang sambil menikamti secangkir kopi
Tuhan...
Jawab aku...!!!




Pahlawanku

Aku memang tak melihat perjuanganmu
Yang tak menyerah patah arang
Aku memang tak mendengar teriakanmu
Meminta sang penjajah pergi dari ibu pertiwi

Cucuran keringat dan lautan darahmu
Kau perjuangkan demi melihat sang garuda terbang bebas
Dan melihat warna merah putihmu
Berkibar tinggi di langit

Pahlawanku,,,
Aku tahu apa yang kau lakukan tak pernah bisa aku balas
Aku hanya bisa menjaga warisanmu agar tak di rebut lagi
Pahlawanku,,,
Hanya namamu yang aku tahu dan aku kenang
Meski kau telah menjadi abu
Tapi, pengorbananmu selalu kuingat
Dalam sanubariku

 

Keinginan

Aku tak ingin menjadi orang kaya
Punya rumah besar, mobil mewah dan uang banyak
Aku hanya ingin menjadi orang biasa
Makan, minum seadanya
Bahkan tinggal dirumah tidak beratap pun aku rela
Namun, aku hanya ingin seperti yang lainnya
Setiap pagi berpakaian rapi menuju sekolah impian
Dan pulang membawa tumpukan ilmu yang aku dapat
Tuhan...
Semoga engkau mendengar keinginanku



Guru

Suara ayam membangunkan mentari dari lelapnya
Aroma kedinginan masih menyatu dengan aliran darah
Tanda pagi di sambut oleh deruan angin
Yang menerpa wajah dunia
            Sosok ibu bapak berdiri tegak
            Di gedung sekolah
Untuk memberikan cakrawala ilmu
Pada semua anak didiknya
Kata-katamu selembut sutra
Terngiang selalu dalam setiap tuturmu
Senyummu adalah suntikan motivasi
Untuk memberiku semangat meraih sejuta asa
Hari berlalu begitu cepat
Namun, tak ada rasa jenuh tuk melihat senyummu
Dan semangat kasihmu yang terus berkobar
Ketika engakau melangkah pergi
Sejuta pengorbanan mengikuti tiap jejakmu
Kala kau tiada,  jasamu akan ku kenang selalu
Sampai kita di pertemukan lagi di alam yang damai
  

Sebuah Pena

Mentari pagi mulai tersenyum
Sebarkan aroma positif pada insan dunia

Hari ini adalah awal tuk meraih masa depan
Tinta hitampun telah jatuh di kertas putih
Menuliskan bait-baik harapan

Dan hasrat yang tak mampu di bendung

Berbagai ilmu tertulis rapi
Yang tergoreskan singkat dengan pena hitam

Pena hitam adalah harapan
Pena hitam adalah masa depan
Pena hitam mengubah nasib dengan makrifat.




Bangkitlah


Tumpukan buku-buku tersimpan rapi diatas meja

Tanpa di pegang,

Bahkan tanpa dibaca.

Mengapa engkau hanya melihat saja?

Tak tahukah kau bahwa didalamnya

Ilmu maha luas telah tertulis

Tapi mengapa kau malas membaca

Hingga bentangan ilmu yang ada kau abaikan

Haruskah kau diam

Sedangkan wawasan luas menantimu untuk kau baca

Bangkitlah...

Lawan jiwa kotormu

Agar kelak kau menjadi orang seperti yang kau impikan
 

 Merdeka

Jika dulu semua menangis.
Darah berceceran sepanjang jalan
Namun, kini semua tertawa,
Bersuka ria, bahagia, bahkan air mata
Berubah menjadi butir-butir mutiara yang berkilau sepanjang hari
Sekarang hidup telah merdeka,
Bebas dari sang pengusik
Yang menginjak harga diri bangsa
Berkat perjuangan dan pengorbanan sang pahlawan
Kini giliranku melanjutkan perjuangan
Untuk menjaga dan membangun
Bangsa yang cerdas dan membanggakan


Alam
Senyummu tak secerah dulu
Yang kau tebarkan pada insan dunia
Kini senyum itu telah lebur bersama alunan waktu
Tidakkah kau lihat manusia, hewan, tumbuhan
Menanti setiap tarikan nafasmu
Seperti hari-hari kemarin
Apakah kau marah dan bosan?
Apakah engkau mulai enggan bersahabat dengan semua makhluk?
Terutama manusia sepertiku?
Jika demikian,
Tak bisakah kau memaafkan kesalahan dan dosa yang menyinggung perasaanmu?
Tuhan...
Tunjukkan jalan untukku
Agar engkau menjauhkan bencana yang kau kandung
Tuhan...
Ampunilah dosaku dan dosa saudara-saudaraku


Jadi Mahasiswa Itu Susah

Jadi mahasiswa itu dambaan orang banyak
Kuliah di universitas pilihan
Sesuai dengan harapan dan cita-cita
Kata orang jadi mahasiswa itu enak
Tidur nyenyak, makan teratur
Tak banyak yang dipikirkan
Tapi, siapa bilang jadi mahasiswa itu gampang
Jadi mahasiswa itu susah,
Makan seadanya,
Tidur larut malam
Pikiran dipenuhi oleh tugas-tugas,
Dan di tambah lagi jauh dari orang tua
Apa itu yang dikatakan gampang?
Oh...
Susahnya jadi mahasiswa



Takut

Langit menjadi saksi
Bersama bulan, bintang
dan mahluk lainnya
Menyambut kedatanganku di dunia
Suara tangisanku memecah malam yang sunyi
Aku lahir melihat dunia baruku
Setelah lama dalam ruang yang begitu gelap
Namun, aku takut melihat duniaku
Takut aku tak bisa menjadi yang terbaik
Takut pada orang tuaku
Dan sangat takut pada Tuhanku
Jika aku harus jujur
Aku  tidak ingin dilahirkan di dunia ini






Malam

Gelap...
Sunyi...
Sepi...
Mencekam...




Indahnya Malam

Langit penuh pernak-pernik lukisan malam
Ada bulan, bintang dan rasio-rasio
Yang tersimpan dibalik bias-bias cahaya
Bibir tak mampu berkata-kata
Hanya mampu komat-kamit
Menyebut Asma Tuhan
Malaikat-malaikat
Khusu dalam lamunan dzikir
Demi kedamaian semesta alam